Minggu, 05 Desember 2010

Muzara'ah, Mukhabarah dan Musaqah


Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah
A.     Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah
Muzara’ah adalah kerjasama dalam bidang pertanian atau pengelolaan kebun dan sejenisnya. Pemilik lahan menyerahkan lahanya kepada petani agar diusahakan, dan hasil dari pertanian itu dibagi antara kedua belah pihak. Muzara’ah berasal dari kata az-zar’u yang artinya ada dua cara, yaitu; menabur benih atau bibit dan menumbuhkan.
Dari arti kata tersebut dapat dijelaskan, bahwa muzara’ah adalah bentuk kerjasama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dengan petani penggarap. Dalam hal ini penggaraplah yang menanami lahan itu dengan biaya sendiri, tanaman dan lahan tersebut nanti dibagi antara kedua belah pihak sebagai pembayaran atau upah dari penggarapan tersebut.
Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Munculnya pengertian muzara’ah dan mukhabarah dengan ta’rif yang berbeda tersebut karena adanya ulama yang membedakan antara arti muzara’ah dan mukhabarah, yaitu Imam Rafi’I berdasar dhahir nash Imam Syafi’i.

B. Dasar Hukum Muzara’ah Dan Mukhabaroh

عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجِ قَالَ كُنَّااَكْثَرَاْلاَنْصَارِ حَقْلاً فَكُنَّا نُكْرِىاْلاَرْضَ عَلَى اَنَّ لَنَا هَذِهِ فَرُبَمَا أَخْرَجَتْ هَذِهِ وَلَمْ تُخْرِجْ هَذِهِ فَنَهَانَاعَنْ ذَلِكَ

Artinya :
Berkata Rafi’ bin Khadij: “Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah SAW. Melarang paroan dengan cara demikian (H.R. Bukhari)

عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطِ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ (رواه مسلم)
Artinya:
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim)


C. Zakat Muzara’ah Dan Mukhabarah
Zakat hasil paroan sawah atau ladang ini diwajibkan atas orang yang punya benih, jadi pada muzara’ah, zakatnya wajib atas petani yang bekerja, karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, yang punya tanah seolah – olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan penghasilan sewaan tidak wajib dikeluarkan zakatnya
Sedangkan pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, maka zakat wajib atas keduanya, diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi


KESIMPULAN

Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Dengan adanya praktek mukahbarah sangat menguntungkan kedua belah pihak. Baik pihak pemilik sawah atau ladang maupun pihak penggarap tanah.
Pemilik tanah lahannya dapat digarap, sedangkan petani dapat meningkatkan tarap hidupnya
D.      Pengertian Musaqah
Musaqah adalah bentuk kerjasama dalam pemeliharaan dan pengembangan tanaman. Dalam bidang ini pemilik tanaman menyerahkan pemeliharaan, perawatan, atau pengembangan tanaman kepada seorang petani penggarap, yang uapah atau pembayarannya adalah hasil dari tanaman itu sendiri setelah habis panen atau menghasilkan, besarnya bagian petani penggarap berdasarkan kesepakatan ketika pertama kali mengadakan akad.
Dalam perjanjian kerjasama pertanian bentuk musaqah baru dianggap sah apabila terpenuhi rukun dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Rukun musaqah ada dua yaitu: ijab dan qabul.
Syarat-syarat musaqah antara lain adalah:
Ø      Pohon atau tanaman yang dimusaqahkan (dipelihara) diketahui sifat-sifatnya
Ø      Masa pemeliharaan ditentukan atau ditetapkan dengan jelas
Ø      Akad dilakukan sebelum Nampak baik hasilnya
Ø      Biaya, upah, dan lain-lainnya juga ditentukan secara jelas


E.      CARA MENENTUKAN DAN BESARNYA HASIL PAROAN
Cara menentukan bagi hasil paroan adalah menyangkut waktu pelaksanaan bagian masing-masing pihak. Antara pemilik lahan dengan petani penggarap. Para fuqaha sependapat, bahwa waktu pembagian hasil (paroan) dilakukan setelah panen, atau setelah kelihatan hasil dari tanaman yang ditanam, dan biasanya didasarkan kepada perjanjian yang telah disepakati serta dengan suka rela. Kemudian hasil bagian masing-masing ditentukan berdasarkan perjanjian awal, apakah hanya bagi hasil tanaman saja atau, ataukah dibagi lahan beserta tanaman yang dikelola. Hal ini juga ditentukan bergantung dengan bentuk paroan yang dilakukan, artinya jika mereka melakukan musaqah maka yang dibagi hanyalah hasil dari tanaman atau tumbuh-tumbuhan. Sedangkan jika muzara’ah maka yang dibagi adalah tanah dan hasil tanaman.
Menurut syari’at Islam, besarnya pembagian paroan bidang pertanian, baik mengenai hasil tanaman yang dikelola maupun yang termasuk lahanya adalah bermacam-macam, yaitu separo atau setengah, sepertiga, dan adapula seperempat atau sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukanya.
Demikian kenyataan perkembangan dalam kehidupan masyarakat, bahwa pembagian hasil paroan bidang pertanian bervariasi, ada yang mendapat setengah, sepertiga, ataupun lebih rendah dari itu. Bahkan terkadang cenderung merugikan pihak penggarap atau petani. Bagi umat Islam di Indonesia sudah ada ketentuan khusus mengenai pembagian hasil paroan bidang pertanian ini, yaitu Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian Nomor 211/1980 dan Nomor 714/Ppts/Um/9/1980 yang menjelaskan tentang perimbangan hak antara pemilik tanah dan penggarap, yakni masing-masing seperdua bagian atau seimbang.

   













Daftar Pustaka
www.google.com













Tugas Agama Islam
Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah
         
Di susun oleh
                  Nama     : Asa Azuma Alba
                                  Mita Almas Ghasani
                                  Nuratri Rahayu
                                  Rahma Wahyu Hapsari
                  Kelas      : XII IPA 1
SMA Negeri 42 Jakarta
Halim Perdana Kusuma

1 komentar:

  1. Zakat hasil pertanian dengan cara Muzaroah adalah :
    a. 10 % apabila air nya tidak membeli dan
    b. 5 % apabila air nya membeli.
    Zakat dikeluarkan ketika selesai panen.

    BalasHapus